Rabu, 23 Februari 2022

Cara Mengajarkan Akhlak Kepada Anak Menurut Al-Qur'an

 






Anak adalah pribadi yang unik, tentu berbeda karakter antara anak yang satu dengan lainnya. Seiring dengan keunikan pada setiap anak, orangtua diharapkan dapat mengajarkan dan menanamkan akhlak yang baik didalam diri anak sejak anak masih usia dini. Karena, pada usia dini akhlak anak akan lebih mudah untuk dibentuk dan dapat melekat dalam diri anak sampai anak dewasa.

Akhlak adalah daya atau kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan (Anwar, 2015:155).

Terdapat beberapa karakteristik akhlak. Karakteristik akhlak dapat dilihat  dalam berbagai dimensi dan hubungan. Di antaranya adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia, dan akhlak kepada lingkungan. Akhlak kepada Allah dapat diwujudkan dalam beribadah kepada Allah seperti shalat, berdzikir dan berdoa. Akhlak kepada rasul ialah melaksanakan segala sunnahnya. Akhlak kepada manusia dapat diwujudkan pada diri sendiri seperti sabar, syukur dan tawadhu’. Akhlak kepada ibu bapak dapat diwujudkan dengan berbuat baik kepadanya. Akhlak kepada terhadap keluarga keluarga yaitu mengembangkan kasih sayang diantara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk hubungan. Akhlak kepada lingkungan hidup yaitu menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Sejak  manusia dilahirkan, ia telah dibekali oleh Allah kemampuan mengenal baik dan buruk. Allah Swt telah mengilhamkan kemampuan tersebut kepada manusia. sebagai dinyatakanNya dalam Q.S. asy-Syam: 91 ayat 7-8 sebagai berikut:

 وَ نَفْسٍ وَّ مَا سَوّٰىهَاﭪ)۷ ( فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَ تَقْوٰىهَاﭪ)۸(

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Depag RI, 2009:595)

Dalam surat asy-Syam ayat 7-8 sebagaimana yang dikutip oleh Masganti menjelaskan bahwa setiap diri diberi oleh Allah, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang akan membawa celaka supaya jangan ditempuh dan bersamaan dengan itu diberinya pula petunjuk mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan menerima ilham dan petunjuk. Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka dana mana yang akan selamat. Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya (Masganti, 2019:84).

Kata akhlak tentu tidak terlepas dari kata moral dan etika. Moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 237).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah suatu ajaran kebiasaan yang melekat didalam diri individu berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat yang dapat diterima secara umum. Dimana masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik-buruknya suatu perbuatan tersebut.

Sejalan dengan itu, Al-Qur’an telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pendidikan akhlak pada anak-anak (Zamroni, 2017:250). Menurut Amin Zamroji, terdapat 3 (tiga) karakteristik akhlak, diantaranya:

1.      Akhlak kepada Allah

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Luqman (31`) ayat 13 yang berbunyi:

وَ اِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِه وَ هُوَ یَعِظُه یٰبُنَیَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِﳳ-اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِیْم

 “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Depag RI, 2009:412)

Ayat tersebut menyatakan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya. Anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan penciptanya. Kemudian, anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan penciptanya. (Shihab, 2000:127)

2.      Akhlak kepada Orang Tua

Allah memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa bersikap baik kepada kedua orangtua. Hal ini sesuai firman Allah dalam QS. Luqman (31) ayat 14 :

وَوَصَّیْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَیْه-حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّ فِصٰلُه فِیْ عَامَیْنِ اَنِ اشْكُرْ لِیْ وَ لِوَالِدَیْك-اِلَیَّ الْمَصِیْرُ

 

“dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Depag RI, 2009: 412)

Islam mendidik anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Al-Ghazali menegaskan bahwa seorang anak haruslah dididik untuk selalu taat kepada kedua orang tuanya, gurunya serta yang bertanggung jawab atas pendidikannya. Hendaklah menghormati mereka serta siapa saja yang lebih tua daripadanya, agar senantiasa bersikap sopan dan tidak bercanda atau bersenda gurau dihadapan mereka. (al-Ghazali, 2016:197)

3.      Akhlak kepada Orang Lain

Dalam akhlak kepada orang lain, terdapat dalam firman Allah dalam surah Luqman (31) ayat 18 yang berbunyi:

وَ لَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَ لَا تَمْشِ فِی الْاَرْضِ مَرَحًا-اِنَّ اللّٰهَ لَا یُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْ

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Depag RI, 2009:412)

Ayat tersebut mengisyaratkan agar berbuat baik dan sopan santun dengan sesama manusia, yaitu dilarang untuk memalingkan mukanya yang didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan berjalan dimuka bumi ini dengan congkak. Karena perilaku-perilaku tersebut tidak disenangi oleh Allah dan dibenci manusia. (Shihab, 2018:139)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa cara mengajarkan akhlak kepada anak tidak cukup hanya dengan suruhan ataupun perintah saja. Anak cenderung meniru orang dewasa baik guru maupun orang tua dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, sebaiknya perbuatan-perbuatan yang baik yang bisa ditiru oleh sang anak perlu diberikan salah satunya dengan cara anak berada di lingkungan yang positif. Agar sang anak mampu mengikuti perbuatan-perbuatan positif seperti yang ada di lingkungan tempat anak tinggal.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. (1976). Ihya’Ulumiddin Terj. Prof. Tk. H. Ismail Yakub MA-SH., Jakarta: CV. Faizan.

Anwar, Husnel. (2015). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Al-Islam).

Depag RI. (2009). Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung: Sygma Exagrafika.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sit, Masganti dan Raisah Armayanti. (2019). Modul Panduan Orang Tua: Model Parenting Islami Pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar